Kamis, 01 November 2012

Arini



Aku sudah katakan semuanya pada  Arini. Tentang semua kesulitanku,  untuk menggapai masa depan  bersama,  namun sia-sia. Hingga akhirnya datanglah surat yang berwarna biru sendu,  di akhir desember tahun ini. Aku baca berkali-kali hingga larut malam.   Inikah semua yang dia pinta,  akupun belum sepenuhnya menerimanya,  bukankah hidup itu tidak semudah membalik tangan  ?.
Barangkali mungkin ini belum terlambat, akupun berusaha menemuinya lagi. Maka pada suatu senja, Arini telah berada di depanku.
”Aku belum tahu tentang arti suratmu itu,, Rin ?  “.  Tanyaku, moga dia masih mau mendengarku..
“Udah, aku pikir – pikir matang-matang, Yan “ jawabnya dengan sorot mata ke arahku dan terlihat  bintik air mata di matanya. Betapa aku tidak mampu melupakan wajah yang manis, dengan wajah yang bulat,  rambut yang panjang hingga terurai sebatas pnggang.  Namun dibalik keindahan wajahnya, tersembunyi hati yang  keras sekeras batu karang di lautan.
 “Mengapa,  apakah ini sebuah kesalahan. Aku sudah coba semampuku untuk lebih mengertimu.  Aku manusia biasa lho Rin,  apalah artinya Septian ? “ . Aku mencoba lebih dalam lagi untuk menjelaskan maksud perpisahan ini. Namun Arini hanya diam seribu bahasa, Tawa candanya tak lagi menerangi  ruang hatiku., Namun  sengaja dia kubur bersama dengan ketidaktahuanku.
“Ayo dong Rin, beri aku penjelasan ! “. Sekali lagi aku coba, mungkin ini kata-kataku yang terakhir kali. 
”Apa kamu bener –bener mencintai aku, Yan ?  ”.
”Mengapa  itu kamu tanyakan sekarang ?. Apa nggak cukup waktu 4 tahun aku disampingmu
”Aku minta tolong , Yan !. Bila ini sebuah cinta, jauhi aku Yan,  Pergilah kamu sejauh mungkin dan jangan temui aku lagi. Ini permintaanku terakhir  ” . 
Tak terdengar lagi suara Arini bersamaan dengan  dirinya yang meninggalkan aku begitu saja di ruang tamu. Kini hanyalah tinggal aku  yang hanya bisa memandangi lantai ruang tamu yang berwarna hijau lumut.
Hanya sebuah kata  pamit yang sempat aku lontarkan  kepada Mama dan Papanya Arini, setelah itu akupun melangkah pergi,  sempat mungkin yang terakhir kali aku pandangi rumah Arini.  Masih terlihat Mama dan Papa Arini di beranda rumah dengan pandangan kosong, seakan ikut menyesal dengan sikap Arini.  Saat itu juga degup jantung ini menjadi  bertambah binal memburu hati yang kosong tak berisi bunga-bunga warna warni yang biasa aku berikan kepada Arini.

Seperti juga manusia lainnya yang belum mampu menundukan kehidupan ini,  akupun bergelut dengan peluh demi sebuah kehidupan.  Panas dan hujan tiada berbeda untuk kulit tubuh yang terlanjur melegam. Inikah kehidupan yang dapat membahagiakan Arini ? . Kadang  dalam hatikupun lebih memilih perpisahan ini demi kebahagiaan Arini.
Sebuah percobaan dari yang  Maha Kuasa mungkin itulah yang harus aku terima. Kadang kita merasa bahwa percobaan hidup adalah suatu kekejaman, namun dibalik itu semua  tersimpan hikmah yang begitu agung, hanya kita saja yang belum mengetahui sesuatu yang serba misteri ini.
Sang waktulah yang setia mendampingiku dalam peluh dan kekerasan hidup ini, hingga hari berganti bulan  dan datanglah waktu hampir satu tahun . Sudut hatku telah kosong .tiada lagi bunga  yang aku tanam untuk Arini.  Hingga datanglah surat dari Arini tentang sebuah kata maaf  yang dia tulis dari rumah sakit.
Ini bukan  cinta lagi yang akan aku berikan kepada Arini, bila toh dia membutuhkan aku lagi, karena hatiku telah mengeras. Yang ada dihatiku kini hanyalah  Arini sahabat yang aku kenal dari pertama kali masuk SMA.  Kini dia terbaring lunglai diranjang rumah sakit, dengan kerut wajah yang tidak seperti dulu lagi. Sorot matanya yang dulu selalu menyodorkan taman bunga warna warni, kini hanyalah tatapan kosong untuk  menerima kenyataan ini.
Sebuah kanker ganas telah menyerang lambungnya dan menjalar hingga organ lainnya. Telah berkali-kali di operasi. Menurut keterangan dokter dia bisa sembuh kalau menjalani operasi yang terakhir kali, namun  operasi  ini sangatlah membutuhkan ketegaran lahir dan batinnya. Oleh karena itu, opeasi kali ini menyangkut hidup dan matinya Arini.
 ” Yan, kau lihat sendiri inilah aku, Arini ” .  Mata yang kosong itu kini  hanya berisi air mata.
”Kamu tetap Arini, meskipun  apapun yang terjadi ”. Hati yang tadinya mengeras  melebihi batu karang,  kini luluh lantak tak  berdaya menghadapi tragedi yang hinggap di hidup Arini
”Maafin aku ya Yan, tentang perpisahan kemarin ”. Tangis itu tambah berderai memenuhi seluruh ruang rawat inapnya Arini.
Seraya lebih mendekatkan lagi wajah ini,  aku bisikan kata yang mungkin bisa membesarkan hatinya.
”Aku tidak pernah merasakan perpisahan denganmu,  kau tetap Ariniku ”
  Benar, Yan ”
” Sungguh ”
” Sungguh, aku tetap  dalam penantian selama ini ”
” Tapi keadaanku begini, Yan ”
”Tapi, kau tetap Arini ”
” Ah...Betapa kejamnya aku, telah meminta perpisahan ini, Yan.   Aku  salah menilai Mas Daniel yang kala itu menjanjikan kehidupan bahagia, namun disaat seperti ini dia telah meninggalkan aku.  Maafin aku ,  ya.... Yan ! ”
” Arini ! ,  selama kita masih disebut manusia,   kita  tentunya masih bisa berbuat salah ”
” Doain aku ya Yan,  Nanti sore aku operasi.  Yan !,   aku minta kau  menungguiku ”
” Tentu Rin, sekarang beristirahatlah ”
Waktu menunjukan tepat jam 5 sore,  tim dokter  sudah berada di ruangan operasi untuk menyiapkan operasi besar. Sepanjang perjalanan menuju kamar operasi  tangan Arini tidak lepas dari genggamanku. Sebuah doa aku panjatjan kepada Tuhan yang Kuasa , agar aku tidak lagi kehilangan  sebilah cinta untuk yang kedua kali.
” Yan,   jangan tinggalkan aku ?  ” Sebuah pesan terahir dari Arni ketika menghadapi hidup dan mati.
” Tentu, Rin, aku akan tetap menunggumu.  Percayalah, kita akan  bersama lagi ”.
Aku hanya berjalan mondar-mandir untuk menutup rasa gelisahku hingga dua jam sudah operasi berlangsung.  Aku terperanjat kaget ketika tim dokter telah meninggalkan ruangan  pertanda bahwa operasi berlangsung.  Seketka itu juga aku mengejar mereka untuk menanyakan Arini.
Dengan senyum  yang terurai lepas. Tim dokter mengabarkan Arini bisa diselamatkan hanya menunggu pemulihan saja. Selama hampir satu tahun  langit yang bergulung awan kelabu, kini berganti warna dengan awan jingga. Arini engkau akan bersama ku lagi. Oh Tuhan tewrimakasih Engkau telam mengembalikan cintaku lagi di saat  jalan panjang  hidupku hampir  tak berujung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar