Kamis, 01 November 2012

Pertemuan dan Perpisahan


Sucipto menjalani kehidupan sehari hari sebagai pejabat pemerintah di Kota Semarang dengan  sejuta keangkuhan. Begitu kokohnya jabatan yang diemban bertahuin- tahun di instansinya serasa tidak akan pernah berakhir. Karuan saja semua hasrat hati yang terpendah dalam meretas keindahan hidup yang semu, dia lampiaskan tiada batasnya. Meski dia memiliki keluarga yang harmonis, bersanding dengan istrinya Nandia yang tergolong muda dan cantik serta anak anak yang berkehidupan mewah.Namun anugerah Yang Kuasa tersebut tidak pernah ia sukuri.

Nandiapun merasakan kebahagian duniawi yang serba cukup, maka wajar saja dia bertingkah ibarat noni belanda dengan dandanan yang mewah di balik kosmetik yang  melekat di tubuhnya, yang tentu saja berharga puluhan  juta. Setiap penampilan dia di depan pesta kalangan instansi suaminya,  dia terlebih dahulu bersolek di bawah tangan juru rias yang berkelas di Semarang.Lantaran menghamburkan uang berjuta-juta bagi Nandia sama sekali tidak berarti.

Hingga akhirnya Nandia tidak mau repot bolak bolak ke salon langgananya, dia lebih memilih pembantu yang juga pintar dalam mendandani si noni ini. Tidak sayang Nandia menggaji Else dengan bayaran yang tinggi, asalkan Else mau menjadi juru rias pribadinya, yang ibaratnya setiap saat mau mendandani Nandia dengan asesori yang serba mahal dan serasi. Maka jadilah Nandia yang mirip dengan Rati Inggris “Kate Middlelton”.

Hasrat Nandia yang sudah kelewat mewah ini, sama sekali tidak pernah dihalangi oleh suaminya. Bahkan kehadiran Else di rumah Sucipto, menjadikan laki laki setengah baya yang seperti “kucing garong” di sambut tangan terbuka. Namun rupanya hanya isi hati Sucipto saja yang tahu sebuah hasratyang terpendam.

Hari berganti minggu, bulan demikian seterusnya, kemewahan hidup Sucipto masih saja belum sirna. Saat itu di suatu hari yang kelam bernoda, Sucipto merayu Else dengan segudang janji kemewahan hidup, seperti yang dia berikan pada Nandia, asalkan Else mau melayani nafsu membara Sucipto. Di rumah yang sepi itu terjadilah perbuatan durjana yang dilakukan dua insan yang sama sama melepas nafsu birahi.

Rupanya perbuatan itu membawa dua insan yang terus menerus dibuai kenikmatan sesaat, Else berhasil mendapatkan kemewahan hidup apapun yang diminta Else dari Sucipto, tanpa sepengetahuan Nandia. Hingga perbuatan laki laki durjana itu membuah hasil sebuah janin di rahim Else. Elsepun menangis dan memohon di pangkuan Sucipto untuk menikahi dirinya.

Namun bagi Sucipto, menikahi Else adalah hal yang tidak mungkin dia lakukan demi jabatan yang dia dapatkan dengan susah payah. Meski tangis itu setiap waktu berada di pangkuan Sucipto, namun tetap saja Sucipto tidak mau bertanggung jawab terhadap perbuatan biadab itu.

            “Else, aku bertanggung jawab terhadap semua perbuatanku, asal jangan sebuah pernikahan. Bukankah semua kemauanmu  sudah aku berikan, rumah, pakaian dan mobil yang harganya di atas apa yang dimiliki Nandia. Jadi perlu kamu tahu saja, perbuatan kita berdua, adalah perbuatan yang tidak pernah aku janjikan dengan sebuah pernikahan”

            “Tapi, ini darah dagingmu sendiri. Mas Cipro !!. kelak anak kita akan mencari bapaknya, aku tidak mau merobek kebahagian anak kita.

            “Sudahlah Else, antara kita tidak pernah ada ikatan apapun,  jadi pulang saja kamu ke Magelang, akan aku berikan deposito untukmu dan anakmu hingga dewasa. Akutidak segan segan membuat kamu menderita bia kamu menuntutku untuk menikahi kamu, iniah jalan yang terbaik untuk kita”

            Tidak ada satu patah katapun yang mampu Else lontarkan dari bibir yang sudah memucat. Laksana beribu batu memberati kalbunya yang teriris pedih menghadapi hinaan dari Sucipto yang mencapakan dia begitu saja. Langkah kaki terakhir dari lantai marmer rumah gedongan Sucipto sangat menyisakan kenangan pahit, yang tidak pernah dapat Else lupakan. Namu bagi Sucipto,  kepergian  Else dari hadapan  tiaa menyisakan kenangan barang sedikitpun, meskipun uang ratusan juta rupiah telah lenyap begitu saja, yang bagi Sucipto  tidak berarti apa apa.

***

Roda waktu yang menggulirkan siang dan malam  tidak mampu dihentikan  Sucipto, karena dia tetap manusia biasa, yang tidak punya daya upaya, termasuk juga umur dia yang terus merambat.  Sucipto kini harus bertekuk lutut pada keputusan instansinya yang mempesiunkan dirinya.

Jelas setelah pensiun, Sucipto tidak lagi mampu memberikan kebahagian duniawi bagi istrinya, yang jauh lebih muda. Karena Nandia belum menginjak usia setengah baya, maka wajar saja kalau Nandia terus menuntut untuk hidup bergelimang kemewahan, yang kini tidak lagi mampu diberikan Sucipto. Hingga maghligai rumah tangga yang dahulu seperti perjalanan perahu di laut lepas tak berombak, kini berganti dengan perjalanan perahu di tengah ombak ganas yang dihempas badai, hingga pecahlah perahu kayu yang tidak seberapa kuatnya itu.

Nandia dan kedua anaknyapun meninggalkan Sucipto begitu saja, Nandia lebih memilih Hagi, laki laki hidung belang yang jauh lebih muda dari Sucipto, namun sangat licik bagaikan ular sanca, yang berniat menghisap harta yang dimiliki Nandia, yang diperoleh kala Nandia menjadi istri bos besar “Sucipto”. Hingga tanpa terasa baik Sucipto, maupun Nandia kini jatuh miskin.

Namun bagi Sucipto, dia lebih memilih berpisah dengan Nandia dan hidup menyendiri di rumah tuanya yang berada di atas bukit, di bilangan Semarang Selatan yang sejuk. Sedangkan Nandia dan kedua anaknya pergi entah ke mana. Hari hari sepi di tengah masa pensiunan dia isi dengan lamunan masa lalunya, yang sangat berbeda dengan kehidupanya kini. Lamunan Sucipto mendadak lenyap, setelah dia mendengar pintu depanya diketok oleh entah siapa.

            “Maaf, apa betul ini rumah Bapak Sucipto ?”

            “Betul, betul, nak, Anda siapa”

            “Boleh saya duduk Pak, sebab kalau bapak Tanya siapa aku !, aku perlu menjelaskan panjang lebar.” Jawab tamu Sucipto, yang ternyata seorang cewek yang cantik dan kelihatan gaul. Dari dandanan yang dipakai tamunya itu, Sucipto dapat menilai bahwa tamunya adalah seorang cewek yang kaya.

            “Oh silakan, mba ?”

            “Terimakasih, Pak ?” dengan  pd cewek itupun duduk di depan Sucipto tanpa ragu ragu.

            “Baiklah Pak Cipto, aku dating dari Magelang, tujuan aku bertemu adalah untuk meminta tolong bapak ?”

            “Minta tolong ?, apa yang bias aku lakukan, mba. Aku hanya seorang pensiuanan yang miskin dan sakit sakitan dan lagi aku belum kenal situ mba !”

“Memang sengaja aku belum memperkenalkan diri, sebab apa Pak Cipto mau menerima kenyataan ini apa tidak? Dan pertolongan bapak bagi kami sangatlah berarti sekali”

            “Tapi sebaiknya mba memperkenalkan dulu. Apapun yang dapat saya bantu, dengan tangan terbuka pasti akan bapak berikan”

            “Baiklah, pak!, nama panggilanku Leila, sedangkan nama lengkapku Lilo Tyas Ningsih. Kedanganku kemari adalah…”

            “Mengapa mba menangis” Tanya Sucipto yang terpana menghadapi isteri ini

            “Sebab yang harus aku sampaikan pada bapak adalah sebuah kepedihan, yang telah bertahun tahun aku alami” cewek itu terus saja beguncang dadanya.

            “Mba, bapaj jadi tidak mengerti, apa maksud semua ini, apa aku menyakiti hati, mba ?. Kan baru kali ini aku bertemu mba”

            “Baik pak, memang semua ini harus aku sampaikan> Bapak masih ingat wanita dalam foto ini?”

“Else..Else !!!…mengapa mba kenal dia ?” Sucipto jadi tambah penasaran, hatinya kini tercabik menjadi butiran debu. Selintas dalam hatinya timbul beribu penyesalan.

            “Bukankah waktu bapak usir wanita ini dalam keadaan hamil?’

            “Iya mba, jadi mba  anak Else ?”

            “Betul, pak “ jawab Leyla dengan dada berguncang dan tangisan yang bertambah melolong.

            Sucipto bersandar pada kursi sudut dengan tubuh lemas, bayangan perlakuan keji pada Else kembali muncul. Namun pertemuan seperti inilah yang dia tunggu, sekedar meminta maaf pada Else sebelum dia kembali menghadap Illahi.

            “Lantas, mengapa ibumu tidak ikut, anaku ?”

            “Dia meninggalkan dunia ini setahun yang lalu dan meninggalkan surat untuk diberikan pada bapak, silakan bapak terima!”. Sucipto bertambah yakin bahwa cewek yang di depanya adalah benar benar anaknya setelah membaca surat Else.

            “Lantas apa yang bias bapak berikan kepada kamu, sebagai penebus rasa bersalah bapak pada kamu dan ibumu?”

            “Ibu telah memaafkan kesalahan bapak dan perlu bapak ketahui bahwa minggu depan aku akan menikah, dan kami mohon bapak berkenan menjadi wali nikah saya”

            “Oh dengan senang hati, anaku. Bawalah aku sekarang juga ke rumahmu agar bapak bias berziarah ke makam ibumu dan berkenalan dengan calon suamimu”

***

Sucipto menjadi kaget bukan kepalang, setelah mobil sedan yang membawa dia dan putranya parker di sebuah rumah makan besar di pinggir jalan besar kota Magelang, yang ternyata adalah milik Leyla dan mendiang ibunya. “Ah, ternyata nasib seseorang memang

betul seperti roda pedati, yang terkadang di atas ataupun di bawah, demikian juga nasibku dan Else” demikian bisik hatinya.

Leyla mengajak bapaknya, yang berpuluh tahun berpisah denganya, untuk berkeliling ke rumah makan besarnya. Seluruh apa yang ada di rumah makan besar itu menjadi saksi

pertemuan yang membahagiakan kedua manusia itu, demikian juga dengan semua pelayan rumah makan itu yang turut berbahagia.

Mata Sucipto tebelalak lantaran kaget bukan kepalang menyaksikan ketiga pelayan rumah makan yang tidak lain adalah istri dan kedua anaknya. Sucipto dengan peasaan yang tidak percaya, memekik memanggil istri dan kedua putranya.

“Nandia !, mengapa engkau ada di sini ?”

“Mas Cipto, mengapa ada di sini >”

Aetelah sebuah  pelukan mesra dari Nandia dan kedua putranya itu, Suciptopun memperkenalkan pada Leila bahwa Nandia adalah istri dia yang lama meninggalkan dirinya. Ketiga insane itupun seharian hanya menuangkan semua isi hatinya pada pertemuan itu. Suciptopun meminta agar Leyla mengganggap Nandia sebagai ibunya sendiri, sebagai ganti kepergian Else. Keluarga itupunh kini mulai berlayar dengan perahu yang tenang dan damai setelah lama berpisah, dengan sebuah pertemua yang dihiasi rasa penyesalan masing masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar