“Thank
ya friend !, betul-betul advismu nyentuh hatiku, Cuma aku tidak tahu bagaimana
solusinya “ . Merisa kali ini terlihat lebay. Berkali kali dia mencubit pipi
Kana dengan gemas. Kanapun
memaklumi, “Oh My God, apaan sih Merisa
!. Syukurlah kalau kamu bisa happy
sekarang “. Kana melontarkan sepotong rasa sukur , sambil menepiskan tangan
Merisa yang masih melekat di pipinya, karena
wajah Merisa tidak menyimpan mendung gelap lagi.
“Jadi
gimana solusimu, Mer ?” Sekali lagi Kana berhasrat membongkar isi hati Merisa
yang membuat Merisa dari pagi bersikap sluntruk.
Hati Merisa dari tadi dihinggapi sihir sihir “Mak Lampir”, sehingga dia
sepanjang hari hanya menekuk wajahnya mirip nenek sihir.
“Nggak,
tahu ah !!!”.
“Jangan
gitu dong, Mer !. Aku nggak suka kalau kamu terus terusan marah entah sama
siapa. Cuma sekedar curhat sama aku, nggak apa-apa kan !. Gratis lho friend !!”
Pagi
telah menggeliat dan kini mentari sudah hampir menggelantung di titik
kulminasi. Tetapi sebagian sokib- sokib Merisa masih banyak yang nongkrong di
sekolahan, karena acara class meting belum usai. Kana bertambah penasaran
dengan apa yang membuat raut muka Merisa seperti itu. Kana betul betul
kehilangan cerianya, bila Merisa temen sebangkunya hanya melipat wajahnya. Kana
sudah sedari pagi mencoba menyodorkan beribu kiat, namun dia hanya bertepuk
sebelah tangan.
“Kana!,
aku pulang aja, ya !, aku perlu refrsh di rumah ! ”
“Ngapain
pulang !, kalau mau refres biar di sini aja, kita bisa gabung dengan The
Sevent Girls, kan kamu yang jadi motornya “
“Tapi
aku nggak tahu harus berbuat apa ? ”
“Udahlah
kita duduk aja di halaman depan di bawah pohon palem botol, biar kamu bisa
curhat tanpa diganggu sokib sokib lainya “. Kana masih setia dengan peranya
sebagai konselornya Merisa. Namun yang diberi advise malah tidak mau membuka
semua bilik jantungnya. Sesuatu yang aneh terasa pada performan Merisa
minggu-minggu ini dan ini mulai dirasakan Kana beberapa hari terakhir. Namun
kiat Kana untuk menyatroni hati Merisa telah terganjal dengan sikap Merisa
sendiri. Kanapun berusaha menelisik keanehan peforman Merisa, dengan menginterogasi
semua anggota gang The Sevent Girls.
***
“Kana
! kamu kan bukan anak udik yang nggak gaul. Merisa seperti itu biar aja. Dia
kan lagi Sweet Sevent Ten” seru Robecca, anggota The Sevent Girls, saat mereka
gabung dengan Kana pagi tadi.
“Nggak
gitu masalahnya, friend !. Kita kan tahu !, Merisa temen kita nggak boleh terlalu bersedih, bisa bisa penyakit gagal jantungnya
kambuh lagi”
“Ah..dia
nggak sedih kok!, Cuma dia happy dan bingung saja!, kamu anak udik yang nggak tahu gaulnya anak sekarang, apa
kamu iri ?“ . Tuduhan Siska padanya tentang sesuatu yang dia tidak tahu,
menambah hasrat Kana untuk mengetahui ada apa dengan Merisa.
“Apa
maksudmu, Sis ? ” Kana bertambah
penasaran dengan apa kata hati Siska.
“Eh
Lady !, dia minggu kemarin kan mendapat biasa tuh!, surat cinta dari pangeran kita. Makanya akhir akhir ini dia nggak mau gabung
dengan kita, dia so happy !!!”
“Ah,
masa sih “ sekali lagi Kana menyodorlan rasa penasaranya itu.
“Betul,
udik !, masa sih aku bo’ong sama kamu !”. Kedua mata Robecca berhasil
meyakinkan Kana. Mengapa Merisa main petak umpet denganya?, apa lantaran Merisa
takut kalau Kana cemburu dengan surat cinta sang pangeran?, cowok yang menjadi
pusat perhatian sokib sokib gaulnya, termasuk juga Kana yang ngebet mengenal
sang pangeran lebih dekat. Dalam hati Kana yang paling jauh kini telah melilit
benang benang sutra yang halus, lembut, hangat sekaligus misterius. Mengapa
sang pangeran memilih Marisa. Bukankah semua sokibnya mengakui kalau dialah Putri Salju yang pantas bersanding
dengan Pangeran Bram dari Negeri Anderson.
***
“Selamat
Merisa!, kamu seharusnya happy! “ Kana
membuka obrolan mereka berdua di atas
rumput yang lembut di bawah pohon palma botol di halaman sekolah.
“Tentang
apa ? Kana !”
“Kamu
pura pura nggak tahu !”
“Maksud
kamu apa, Kana piss ?”,
“Kamu
seharusnya happy Merisa !, bukan so sad seperti beberapa hari ini “
“Cobalah kamu terus terang saja sama aku, Kana
?, sungguh ?”
“Selamat
Marisa, kamu sekarang bisa mendapatkan sang pangeran “. Kedua mata Kana dengan
lembut menatap dalam dalam Marisa. Hanya Kana yang tahu, apa yang ada di bilik
jantungnya.
“Kana!,
yang ada dihati saya hanyalah sebuah kebimbangan. Apa artinya sebuah surat dari
Bram, aku tidak pernah peduli dengan surat Bram “. Dengan sungguh sunguh Marisa
berusaha meyakinkan Kana.
“Lantas
mengapa kamu terus sedih dan tidak terus terang sama aku, Merisa?”
“Sorry
friend!, bukan itu maksudku. Aku tidak tahu harus bagaimana,aku tidak tahu
bagaimana meminta Bram, agar kita sebatas teman saja. OK Kana !. Aku tak bermaksud menyakiti kamu.
Tapi sure aku tidak menggapai Bram “
Kana
memberikan senyum tipis pada Marisa, seberkas rasa tidak percaya masih tumbuh
dihatinya. Marisapun hanya diam membeku, soft drink yang ada di depanya diambil
dan dihisapnya dalam dalam. Angin tengah hari mulai menerobos daun daun palma
dan membuatnya bergoyang ke semua arah. Kedua ABG itupun masih terpagut dalam
angan merea masing masing.
“Marisa,
kita pulang yuk !”
“Kana,
aku tidak mau sebelum kamu yakin tentang semuanya “
“Marisa
!, sudahlah !.Kalau kamu sekarang bisa
memiliki sang pangeran, selamat bagimu. Semoga ini bisa menjadi spirit bagimu “
“Kamu
kan tahu, penyakit jantungku bisa mengancamku setiap saat. Aku tak mau Bram ada
disampingku dan aku ingin sekali jantungku kembali normal seperti semula.,
Seperti kamu, Bram serta sokib sokib The
Sevent Girls”
“Merisa,
jangan kamu sia siakan kesempatan ini. Justru Bramlah yang bisa member spirit
hidupmu ?”
Merisa
tidak langsung memberi jawaban pada Kana. Dia tahu persis bahwa ABG dengan usia mereka yang masih sweet
sevent ten, belum saatnya sebuah persahabatan dihadapkan pada realita hidup
yang berat seperti itu. Merisa hanya membutuhkan sebuah persahabatan dengan
siapa saja, tanpa ada rasa cemburu, iri. Sakit hati atau
rasa
ketakutan akan kehilangan. Sementara itu penyakit jantungnya belum seluruhnya
pulih.
“Kana
!, percayalah pada aku. Aku tidak ingin sebuah persahabatan disertai dengan
perpisahan atau sakit hati. Bram hanya sahabatku, kamu cemburu ya ?”
“Bila
kamu yang memiliki Bram, sama sekali aku tak cemburu Melisa !”
“Kana,
bila kamu juga yang memiliki Bram akupun mampu tersenyum bahagia”
“Sungguh,
Mer ?”
“Sungguh
“
“Lantas
apa yang akan kamu sampaikan pada Bram ?”
“Good Bye Friend. Menjadi sahabat yang saling menghargai.
Bisa lebih berarti dengan kekasih, yang masih bisa saling berpisah”. Kana
mengulurkan tanganya pada Melisa utu membantu Merisa berdiri. Mereka kini berlalu dan besok masih ada hari lagi untuk
gabung bareng ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar