Kamis, 01 November 2012

Good Bye My Friend


“Thank ya friend !, betul-betul advismu nyentuh hatiku, Cuma aku tidak tahu bagaimana solusinya “ . Merisa kali ini terlihat lebay. Berkali kali dia mencubit pipi Kana dengan gemas.  Kanapun memaklumi,  “Oh My God, apaan sih Merisa !. Syukurlah kalau  kamu bisa happy sekarang “. Kana melontarkan sepotong rasa sukur , sambil menepiskan tangan Merisa yang masih melekat di pipinya,  karena wajah Merisa tidak menyimpan mendung gelap lagi.

“Jadi gimana solusimu, Mer ?” Sekali lagi Kana berhasrat membongkar isi hati Merisa yang membuat Merisa  dari pagi bersikap sluntruk. Hati Merisa dari tadi dihinggapi sihir sihir “Mak Lampir”, sehingga dia sepanjang hari hanya menekuk wajahnya mirip nenek sihir.

“Nggak, tahu ah !!!”.

“Jangan gitu dong, Mer !. Aku nggak suka kalau kamu terus terusan marah entah sama siapa. Cuma sekedar curhat sama aku, nggak apa-apa kan !. Gratis lho friend !!”

Pagi telah menggeliat dan kini mentari sudah hampir menggelantung di titik kulminasi. Tetapi sebagian sokib- sokib Merisa masih banyak yang nongkrong di sekolahan, karena acara class meting belum usai. Kana bertambah penasaran dengan apa yang membuat raut muka Merisa seperti itu. Kana betul betul kehilangan cerianya, bila Merisa temen sebangkunya hanya melipat wajahnya. Kana sudah sedari pagi mencoba menyodorkan beribu kiat, namun dia hanya bertepuk sebelah tangan.

“Kana!, aku pulang aja, ya !, aku perlu refrsh di rumah ! ”

“Ngapain pulang !, kalau mau refres biar di sini aja, kita bisa gabung dengan The Sevent Girls, kan kamu yang jadi motornya “

“Tapi aku nggak tahu harus berbuat apa ? ”

“Udahlah kita duduk aja di halaman depan di bawah pohon palem botol, biar kamu bisa curhat tanpa diganggu sokib sokib lainya “. Kana masih setia dengan peranya sebagai konselornya Merisa. Namun yang diberi advise malah tidak mau membuka semua bilik jantungnya. Sesuatu yang aneh terasa pada performan Merisa minggu-minggu ini dan ini mulai dirasakan Kana beberapa hari terakhir. Namun kiat Kana untuk menyatroni hati Merisa telah terganjal dengan sikap Merisa sendiri. Kanapun berusaha menelisik keanehan peforman Merisa, dengan menginterogasi semua anggota gang The Sevent Girls.

***

“Kana ! kamu kan bukan anak udik yang nggak gaul. Merisa seperti itu biar aja. Dia kan lagi Sweet Sevent Ten” seru Robecca, anggota The Sevent Girls, saat mereka gabung dengan Kana pagi tadi.

“Nggak gitu masalahnya, friend !. Kita kan tahu !,  Merisa temen kita nggak boleh terlalu  bersedih, bisa bisa penyakit gagal jantungnya kambuh lagi”

“Ah..dia nggak sedih kok!, Cuma dia happy dan bingung saja!, kamu anak udik  yang nggak tahu gaulnya anak sekarang, apa kamu iri ?“ . Tuduhan Siska padanya tentang sesuatu yang dia tidak tahu, menambah hasrat Kana untuk mengetahui ada apa dengan Merisa.

“Apa maksudmu, Sis ? ”  Kana bertambah penasaran dengan apa kata hati Siska.

“Eh Lady !, dia minggu kemarin kan mendapat biasa tuh!,  surat cinta dari pangeran kita.  Makanya akhir akhir ini dia nggak mau gabung dengan kita, dia so happy !!!”

“Ah, masa sih “ sekali lagi Kana menyodorlan rasa penasaranya itu.

“Betul, udik !, masa sih aku bo’ong sama kamu !”. Kedua mata Robecca berhasil meyakinkan Kana. Mengapa Merisa main petak umpet denganya?, apa lantaran Merisa takut kalau Kana cemburu dengan surat cinta sang pangeran?, cowok yang menjadi pusat perhatian sokib sokib gaulnya, termasuk juga Kana yang ngebet mengenal sang pangeran lebih dekat. Dalam hati Kana yang paling jauh kini telah melilit benang benang sutra yang halus, lembut, hangat sekaligus misterius. Mengapa sang pangeran memilih Marisa. Bukankah semua sokibnya mengakui kalau dialah Putri Salju yang pantas bersanding dengan Pangeran Bram dari Negeri Anderson.

***

“Selamat Merisa!, kamu seharusnya happy! “  Kana membuka  obrolan mereka berdua di atas rumput yang lembut di bawah pohon palma botol di halaman sekolah.

“Tentang apa ? Kana !”

“Kamu pura pura nggak tahu !”

“Maksud kamu apa, Kana  piss ?”,

“Kamu seharusnya happy Merisa !, bukan so sad seperti beberapa hari ini “

 “Cobalah kamu terus terang saja sama aku, Kana ?, sungguh ?”

“Selamat Marisa, kamu sekarang bisa mendapatkan sang pangeran “. Kedua mata Kana dengan lembut menatap dalam dalam Marisa. Hanya Kana yang tahu, apa yang ada di bilik jantungnya.

“Kana!, yang ada dihati saya hanyalah sebuah kebimbangan. Apa artinya sebuah surat dari Bram, aku tidak pernah peduli dengan surat Bram “. Dengan sungguh sunguh Marisa berusaha meyakinkan Kana.

“Lantas mengapa kamu terus sedih dan tidak terus terang sama aku, Merisa?”

“Sorry friend!, bukan itu maksudku. Aku tidak tahu harus bagaimana,aku tidak tahu bagaimana meminta Bram, agar kita sebatas teman saja.  OK Kana !. Aku tak bermaksud menyakiti kamu. Tapi sure aku tidak menggapai Bram “

Kana memberikan senyum tipis pada Marisa, seberkas rasa tidak percaya masih tumbuh dihatinya. Marisapun hanya diam membeku, soft drink yang ada di depanya diambil dan dihisapnya dalam dalam. Angin tengah hari mulai menerobos daun daun palma dan membuatnya bergoyang ke semua arah. Kedua ABG itupun masih terpagut dalam angan merea masing masing.

“Marisa, kita pulang yuk !”

“Kana, aku tidak mau sebelum kamu yakin tentang semuanya “

“Marisa !, sudahlah !.Kalau  kamu sekarang bisa memiliki sang pangeran, selamat bagimu. Semoga ini bisa menjadi spirit bagimu “

“Kamu kan tahu, penyakit jantungku bisa mengancamku setiap saat. Aku tak mau Bram ada disampingku dan aku ingin sekali jantungku kembali normal seperti semula., Seperti kamu,  Bram serta sokib sokib The Sevent Girls”

“Merisa, jangan kamu sia siakan kesempatan ini. Justru Bramlah yang bisa member spirit hidupmu ?”

Merisa tidak langsung memberi jawaban pada Kana. Dia tahu persis  bahwa ABG dengan usia mereka yang masih sweet sevent ten, belum saatnya sebuah persahabatan dihadapkan pada realita hidup yang berat seperti itu. Merisa hanya membutuhkan sebuah persahabatan dengan siapa saja, tanpa ada rasa cemburu, iri. Sakit hati atau

rasa ketakutan akan kehilangan. Sementara itu penyakit jantungnya belum seluruhnya pulih.

“Kana !, percayalah pada aku. Aku tidak ingin sebuah persahabatan disertai dengan perpisahan atau sakit hati. Bram hanya sahabatku, kamu cemburu ya ?”

“Bila kamu yang memiliki Bram, sama sekali aku tak cemburu Melisa !”

“Kana, bila kamu juga yang memiliki Bram akupun mampu tersenyum bahagia”

“Sungguh, Mer ?”

“Sungguh “

“Lantas apa yang akan kamu sampaikan pada Bram ?”

“Good Bye Friend. Menjadi sahabat yang saling menghargai. Bisa lebih berarti dengan kekasih, yang masih bisa saling berpisah”. Kana mengulurkan tanganya pada Melisa utu membantu Merisa berdiri. Mereka kini  berlalu dan besok masih ada hari lagi untuk gabung bareng ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar