Kenanga terus menguntai senyumnya
di bibir bertanam bunga mawar merah jambu. Seakan sedari pagi hingga tingginya sang mentari hari
ini, adalah miliknya. Lantaran Kenanga hari ini betul betul menuai keindahan,
dengan menyelipkan warna warni bunga di beranda hatinya. Sementara itu langit bagaikan
kelambu biru ranjang pengantinya, yang tergelar di empat kaki langit. Bunga
mawar berkelopak merah jambu, mulai Kenanga semaikan setelah sepotong kalimat
Indra betul betul bersemayam dengan kokohnya di keranjang hatinya. “Kenanga ,
aku suka kamu “. Sepotong kalimat inilah, yang menjadi rajutan kain sutra, yang
melilit di lubuk hatinya.
Kenanga hanya mampu membalasnya
dengan senyum berkemas lebay, mirip kala Kenanga di depan mamanya, untuk merayu
minta dibelikan mobil baru atau acessori terbaru yang keren. “Ah, tapi Indra gimana
ya, apa dia serius atau cuma making a
joke. Aku benar benar bingung.
Cowok jenius ini, tidak seperti biasanya, dia suka acuh tapi akhir akhir
ini, dia seperti serius dan minta ampun
romantisnya. Memang dia penuh pesona, dengan rambut ikal, hidung mancung dan
berkumis tipis mirip penyanyi country Frankie, yang sanggup menerbangkan
hatiku. Tapi rasa salut juga aku berikan sama cowok ini, yang tergolong mahasiswa
tidak mampu tapi dengan penuh PD yang kuat dia berani pdkt aku, yang tak mampu
menepisnya”. Entah sayap malaikat mana yang mengipasi kalbu Kenanga hingga
terus melamun.
“Kenapa aku harus seperti cewek nggak
gaul?, seribu cowok kaya Indra bisa aku dapatkan dalam satu hari. Mengapa aku
harus dibuat penasaran dengan rayuanya yang nylonong begitu saja?”. Tak hentinya
hati Kenanga dipenuhi rasa penasaran. Di salah satu beranda hatinya, dia tidak
mau seperti cewek yang tidak punya gengsi, tapi di beranda hati lainnya
diapun takut kehilangan cowok jenius yang misterius, meski kadang terkesan
cowok yang jadul. Tapi “duilah”, kalau cowok yang satu ini mulai bertutur kata,
dia mirip Morgan Smesh, bahkan
lebih santun lagi.
***
Kenanga menginjak pedal gas mobil
sedan trendy merah metalik dengan pelan, melintasi jalan aspal berdebu di depan
kampusnya, meski beberapa cewek temen gaulnya sudah melaju kencang
mendahuluinya. Tatapanya kini dia lemparkan pada kaca jendela sebelah kiri dan
kanan secara bergantian. Siapa lagi kalau bukan Indra yang dia telisik. Barangkali
saja Indra di siang terik seperti ini masih nongkrong sehabis kuliah.
Sedan merah metalik yang flamboyant
masih melaju pelan, meski beribu peluru senapan mesin telah diberondongkan
sokib sokibnya pada dia pagi hari tadi, yang sama sekali tidak merestui Indra
menjadi tambatan hati Kenanga,
“Eh Inga!, gila kamu !, cowok dekil
kaya Indra nggak usah diberi kesempatan dekat dengan kamu!” sahut Ririn dengan
mata tajam seakan berhasrat menelanjangi seluruh tubuh Kenanga,
“Kamu nggak kasihan sama papi dan
mama kamu ?. Aku pernah dengar langsung dari mama kamu!. Kamu tidak bakalan
sengsara di masa depan, bila Aldo yang menjadi pendamping hidupmu. Kurang apa
lagi dengan Aldo, cowok gaul dan juga smart,
tidak kalah sama Indra, cowok jadul yang hidup di bawah kolong”. Ucapan Beti
yang meluncur begitu saja dan masih kuat melekat di sanubari Kenanga.
“Anga !, aku sudah lama kenal kamu
mulai dari SMA dulu, cewek seusia kamu bukan lagi ABG, yang cuma kenal cinta
buta dan ingusan. Apa yang diharapkan dari Indra. Piss Anga !, ini kan demi
kamu, kita ini bener bener sokib yang sayang sama kamu ”. Pinta Resti sambil
melilitkan tanganya di leher Kenanga dan tak lama kemudian Restipun mencium
kedua pipi Kenanga, yang mulai dibasahi air mata bening cewek kolokan ini.
Kini Kenanga benar benar tersudut,
himpitan dari sokib sokibnya menuai kabut hitam dan tebal di langit hatinya. Silih
berganti bayangan Indra dengan senyum yang tulus, yang mengisyaratkan apapun
nantinya mereka berdua mengalami goncangan hidup, Indra akan tetap
disampingnya. Namun lecutan suara sokib sokibnyapun tak lama kemudian
2
menghilang
terbawa kerontangnya angin kemarau dan bayangan
Indra kini mulai menepis butir butir awan gelap.
“Mengapa ini terjadi kala Indra
mulai ada di hatiku ?” Kenanga dengan wajah yang lugu dan lebai, mulai berani
menatap sorot mata sokib sokibnya.
Ya, udahlah Anga !, semua adalah
semata saran untukmu. Apapun pilihanmu kami tetap menjadi sokibmu. Karena
pertemuan dan perpisahan semata milik Yang Kuasa, hanya saja kamu harus merelakan
cinta kamu di atas semua yang akan kamu hadapi, kalau memang kamu memilih
Indra”.
***
Setiap sudut Kota Semarang kini
terlihat kumal diterkam kemarau panjang., sementara Kenanga masih terus menyelesuri
jalan aspal yang melentingkan sinar mentari yang menerpanya. Satu dua buah
berkas angin kemarau di tengah hari yang ingin berselingkuh denganya mulai
menerobos kaca jendela mobilnya. Berkas angin itupun mulai mampu mendinginkan
hatinya, yang mulai menggulirkan bayangan Indra, yang kini seperti biasanya
sehabis kuliah, cowok “The Ice Cool” itu nongkrong di “Buffalo Café “ di salah satu sudut bundaran Simpang Lima
Semarang.
“Tidak langsung pulang, Anga ?”
sapa manis Indra, yang kini telah ibarat terhisap dalam kontes “Miss Universe
2011” di Brasilia beberapa bulan yang lalu, yang kini mereka semua telah
menjelma menjadi Kenanga yang kini duduk disampingnya.
“May I joint ?“ Pinta Kenanga dengan tetap menghiaskan senyum di
bibir. Tapi apakah Kenanga biasa bersikap kaya gini dengan cowok lainnya, atau
memang sikap manis ini hanya untuk aku, ataukah karena aku yang GR, ataukah
memang aku nggak bisa bersikap dewasa atau memang aku yang nggak mampu menilai
hati wanita. Tetapi bagi Indra. langit
biru yang mengungkungi mereka berdua seakan mampu menelikung dirinya, agar
tidak mampu lagi bergerak menjauh dari tempat duduk Kenanga.
“Tentu, tapi seperti inilah
tempatnya. Namanya aja Buffalo Café
, sudah pasti kan Anga?, tempat ini cocok untuk nongkrong mahasiswa dekil dan
norak”
No
problem, Dra!. Biarkan
saja dulu!, aku kongkow di sini karena aku butuh “enjoy
n refresh”
“Please Anga !, kamu mau pesan menu apa?, biar aku
yang tlaktir, tapi menunya hanya bakso dan nasi pecel. Paling kamu nggak suka
menu kaya gitu. Menu seperti ini hanya cocok untuk mahasiswa yang udik, dekil
dan nggak gaul”
“Ah, canda kamu tendensius!, emangnya aku ini putri kahyangan
atau sengaja kamu ingin menjaga jarak denganku, Indra?’
“Kamu kok jadi aneh!, Anga!, aku
Cuma bercanda. Ada apa kamu jadi sensitif seperti itu?”
“Biarin !!!, apa salahnya kalau aku
marah. Kamu mau ngomomg aku cewek kolokan kan ?, Aku cewek yang hanya bisa gaul
dengan sokib dari kalangan the have
saja kan ?, aku cewek putra kesayangan mama papa, kan ?. Indra!. Model gaul
kaya gitu sudah bukan jamanya lagi. Aku nggak suka kalau kamu norak kaya gitu!.
Oke !!!, Dra kalau kamu terganggu dengan kedatanganku, lebih baik aku pulang
saja”
“Eh, nanti dulu, Anga !. Sure dech, aku sama sekali nggak
bermaksud norak sama kamu. Malah aku enjoy
kamu mau gabung ?. Please staying for a while Anga !”
“Ok !!! Dra, tapi aku minta kamu
jujur, mengapa sikap kamu norak kali ini?, ucapanmu tajam menyakiti aku”.
Sepasang mata Kenanga yang bulat dan tajam kini menusuk Indra dan siap untuk
membelah isi jantung Indra.
“Nggak apa apa, Anga !, tadi cuma
nylonong begitu saja”
“Aku kenal kamu sudah lama sejak dari
semester tiga, aku selalu enjoy dekat
kamu, tapi belum pernah aku lihat sikap kamu yang nggak familiar seperti ini.
Dra!, jujur
3
saja sama aku ?, Aku ingat kamu
sering ngajarin aku tentang pentingnya nilai kejujuran”
“Kamu tadi ngumpul bareng Resti, Beti
dan Ririn di kantin kampuskan ?”
“Tahu dari mana ?, dan apa hubungan
dengan kamu?”
“Aku
lihat sendiri, tapi aku milih nggak gabung sama mereka. Sekarang gantian kamu
yang jujur sama aku, mereka nggak mau dan takut kan kalau kamu dekat aku?”
Kenanga mulai menghisap es jeruk
dalam gelas piala perlahan, dia baru sadar
kalau tenggorokanya mulai kering, debu dan deru dari asap knalpot
kendaraan yang merebak di bundaran Simpang Lima mulai sedikit menyesakan
dadanya, lantaran hari sudah lewat tengah hari. Hanya suasana diam seribu
bahasa menyelimuti hati mereka berdua meski hanya sesaat.
“Kamu tersinggung, Anga ?”
“Tidak,
Dra!!!. Hanya saja aku harus bilang apa. Mereka bertiga tidak tahu bahwa hati
manusia sudah semestinya dihiasi dengan kelembutan dan kepedulian antar sesama,
ibaratnya taman bunga warna warni, tempat burung burung berceria di pagi hari,
termasuk hati aku ini, yang bebas disemai bunga yang aku sukai”. Setetas air
mata Kenanga mulai membasahi pipinya.
“Itulah yang aku takuti. Anga ?”
“Apa yang kamu takuti?, aku melihat
dalam diri kamu bukan anak manja, tak mudah menyerah dan tegar. Berbeda dengan
aku, Dra !”
“Tetapi dalam hal ini, aku seperti anak
kecil yang diliputi ketakutan dan kebimbangan”
“Sekali
lagi aku jadi nggak ngerti, apa sih yang yang kamu takuti ?”
“Aku takut kamu terpengaruh sokib sokibmu, dan
aku harus kehilangan kamu, karena perbedaan antara kita. Itulah yang aku akui
dengan jujur, aku seperti anak kecil”.
Indra tidak henti hentinya melempar
sorot mata ke arah Kenanga, lantaran Indra menginginkan kejujuran Kenanga,
tentang tempat yang dia harapkan di bilik jantung Kenanga, Sehingga tiap pagi
hari dia bisa bermandikan cahaya pelangi hanya milik Kenanga.
“Indra !, aku bukan anak kecil lagi,
dan mama papaku tak pernah bersifat otoriter terhadapku. Sudah bukan jamanya
lagi kita dikungkung dengan aturan kolot.
Aku nggak suka kalau kamu bersikap seperti itu”
“Tapi realita berkata lain, papa kamu
menginginkan Aldo menjadi pendampingmu”
“Jangan kecewakan aku Dra !, seakan kita
baru kenal kemarin sore. Mana sikap dewasa , yang selalu kau tunjukan padaku”
“Tapi masalahnya bukan seperti itu ?”
“Jadi seperti apa ?”
“Ah, aku sendiri nggak tahu “
“Jadi harus aku yang menebak isi
hatimu?. Jujur saja aku menilaimu, kamu sekarang kehilangan percaya diri berada
di sampingku kan?, Kamu membandingkan dirimu sendiri dengan Aldo yang kamu
anggap segalanya lebih baik darimu, iya kan ?. Terus dimana Indra yang kata temen
temen sekampus, termasuk mahasiswa yang gigih, hingga hampir menyelesaikan
studinya dengan perjuangan yang tegar. Apa sih perbedaan antara kita ?”
Indra melemparkan semua kekesalanya
kepada rumput di bundaran Simpang Lima dan mengajak mereka agar mampu
menepiskan sisi hatinya yang mulai robek diterkam rasa bimbang dan ketidakpercayaanya.
4
“Ternyata kamu Kenanga yang aku harapkan
bisa memberi spirit bagi aku, yang sering merasa terpingit karena keadaan,
sukurlah kalau kamu bisa dewasa”
“Aku memang harus bisa tegar dan
tanpa mengenal surut untuk tiap yang aku pilih, itulah yang mama papa harapkan. Aku harus bergelut dengan apa yang harus aku raih. Dan ini semua aku dapatkan dari kamu”
Angin musim kemarau mulai meniupkan
daun daun palma di seputar Simpang Lima, kedua insan itu kini mulai dipinang oleh
rasa percaya diri yang hinggap pada diri mereka masing masing, dengan tetap
mengusung sebuah kejujuran dari Kenanga dan Indra serta garis takdir yang bakal
mereka lalui di masa depan. Entahlah mereka sendiri tidak tahu apa yang mesti
terjadi pada diri mereka kelak, hanya saja kini lampu lampu jalan di bundaran
Simpang Lima sudah mulai mengeksotiskan wajah Kota Semarang. Kini merekapun tenggelam dalam lautan asmara, yang hanya
mereka sendiri yang merasakan.
Kamu suka baca cerita s*x ?
BalasHapusYukk klikk saja disini Kak!
http://bit.ly/2lwPogw
Banyak Cerita Yang W-O-W yang bisa
buat kamu ikutan goyang!