Aku genggam terus sebuah
asa, yang terus memenuhi hati ini. Asa yang kadang menyiksa
dan menyisakan ketidak tahuan, bila aku dihadapkan pada temen sekelasku,Ellena.
Terus saja cewek caem ini mengintai di balik tepi hatiku, mungkin pula saat
alam tersenyum lahirlah cewek ABG ini.
Gadis berambut model
jadul, terurai hingga sebatas pinggangnya, dengan bingkai kacamata yang terus
menghiasi wajah ayunya, dan dibalik itu sepasang mata anggunpun sempat
menorehkan sebuah bilik di sudut hati ini. Aku coba hadirkan seabreg kembang
setaman untuk menggantikannya, namun tetap saja jiwa ini terbelah hanya untuk
dirinya.
Ellenapun terus terbujur
dingin, bila aku terus membayanginya, hingga akupun menjadi semakin tak
mengerti, ataukah hanya emosi hati ini yang membelitku.
Saat rampungnya UHT di
kelas sebelas IPS, .Ellena terus saja berhias dengan senyuman happy di
wajahnya. Baranghkali saja aku menemukan saat yang tepat, agar hati ini tidak
bergayut pada bayang saja. Maka lantas sebuah appoinmentpun aku lontarkan. Saat
dia di perpustakaan, dan entah wajah yang ayu
kaya rembulan tanggal 15 itupun menjadio merah, dengan sedikit rona
warna merah jambu di pipinya. Baru kali aku ngliatin wajahnya yang paling
kelihatan ayu itu.
Atau memang dia harus
marah terus, agar aku dapat melihat
rem,bulan itu, dan terkadang sorot mata di balik kacamatanya itu menyorotkan
sebuah protes keras akan keberanianku,
mencoba menautkan bilah hati ini.
“Aku nggak suka acara kaya
gitu-gituan, Rud. Aku lebih suka di rumah aja mbantu mami” sebuah protes dia
sodorkan pada aku.
“Nggak masalah kan, Cuma
acara modelling untuk Best of The Best Ratu Semarang, kamu kan suka acara kaya
gitu, kan ?”
“Eh. . .darimana kamu tahu
aku suka itu”
“Biasanya kan kalau cewek
suka acara kaya gitu-gituan, aku pengin ngliatin aktiongnya para finalis”
akupun coba nggak mau nyerah begitu saja. Habis cewek kaya dia, terus-terusan aja banyak cowok yang diatas
aku berusaha ndapatin dia. Maka akupun pengin kaya Rudy yang sebenarnya.
“Maafin ya. Aku nggak suka
ngliatin acara kaya gitu”
“Sekali kali dong Ell,
kamu kan habis tegang belajar UHT ini”
“Ya biarin ini kan urusan
aku sendiri “ wah galak juga cewek gedongan ini. Aku jadi habis, tapi tetap aja
berpikir seribu kali untuk menundukan hatinya yang kaya batu karang lautan.
“Sekarang kan lagi mode
rambut jadul, makanya nanti juga ada seleksi The Quen of Gratefull Performance”
“Apaan itu”
“Ya seleksei casual model
khusus untuk cewek yang penampilan
alami, model jadul dari mulai dari kacamata, rambut, gaun dan nggak tahu
ah...aku bukan pakar penata rambut dan model, yang tahu kan kamu” aku berhasil
membuat dia mulai tertarik, seringkali wajah yang caem kini sering kali berada
di depanku.
Matanya yang tadinya agak
serius, kini mulai memberikan sorot yang exciting, mulai aku melihat bunga
mawar merah jambu dengan semerbak menghiasi ruangan hatiku.
“Eh Rud, kamu tahu dari
mana ?. Kok tahu segalanya, emangnya kamu juri atau pemerhati masalah modeling”
“Kebetulan Mbak Reni, kakaku sering jadi juri da punya agency
untuk training calon modeling”
“Jadi kamu mau promosi”
“Ya nggak juga Ell, Cuma
barangkali kamu tertarik, minimal kamu ngliatin dulu, ntar kalau tertarik aku
ajak ke kakaku, tapi aku so sorry lho Ell”
“Ya nggak apa-apa”
“Maka Ell, niatan aku mau
ngajak kamu ngliatin acara model malam ini, mumpung UHT kita udah rampungan,
nanti juga aku kenalin sama model-model nasional”
“Aku malu Rud”
“Ngapain malu, masa cewek
kaya kamu pakai minder segala sih Ell”
“Ngenyek, aku kan anak
kolong “
“Kamu anak gaul kok Ell,
Cuma kadang kamu tertutup nggak seneng curhat”
“Kamu tahu dari mana”
“Buktinya tadi kamu keki
sama aku”
“Sekaarang sudah nggak kan
?”
“Jadi nggak marah, kalau
aku ajak ngliatin finalis modeling, berpose di Cat Walk”
“ Oke deh Rud, kamu bisa kerumahku
ntar sore”
Langit sekarang menjadi
runtuh berhamburan menerpa hatiku, meski masih tetap memberikan biru indahnya,
Sementara rumput hijau di sekeliling
sekolah, yangh tadinya bisu mendingin, kini mulai bergoyang di terpa angin kemarau.
Hati yang tadinya diterkam kesunyian, kini menggeliat menebas habis kebisuannya
Xenia yang keren yang aku
pakai njemput Ellena, menjadi saksi akan mekar bunga, apalagi kini Ellena telah
berada di sampingku. Aku lewati setiap jalan penuh lampu warna-warni menuju malam
final pengukuhan medel The Best of The Best.
Ellena sudah bukan Ellena
yang aku dekati tadi. Kini dia adalah The Prince of Paradise yang akan memiliki
malam ini, akupun sudah merasakan terbang memenuhi setiap penjuru langit
bersama Ellena.
“Jadi kamu sering ngliatin
acara kaya gin Rud”
“Nggak juga Ell, palin
kalau disuruh nemenin Mbak Reni”
“Lama lama kamu kan tahu
modeling Rud”
“Aku nggak suka kok Ell,
Cuma kasihan aja sama Mbak Reni, apalagi kalau butuh ganterin custom untuk
model”
“Kamu seneng dong Rud,
punya kenalan model anak gedongan, yang cuakep-cuakep”
“Ah biasa aja, Ell. Kalau
udah sering ketemu rasanya nggak ada apa-apanya, paling Cuma tampilannya yang
keren”
“Ah kamu sok idealis,
kalau aku lihat kamu, kayanya suka punya temen yang gedongan dan caem”
“Penginya sih kaya gitu,
Cuma mereka nggak bisa jadi temen yang bener-bener Ell. Nggak kaya kamu “
“Ah ngaco kamu” sahut
Ellena dengan wajah tertunduk dan memerah semua rona wajahnya, seberkas yang
bada di hatikupun kini aku sodorkan untuk dirinya. Barangkali dia juga mau aku
jak untuk mengantarku terbang menuju semua penjuru langit. Memang malam ini
adalah The Night of Ellena.
Sekali dia memandangiku
dan kedua tatapan mata berbnarpun saling bertaut, sama seperti hati yang mulai
mekar di serambi malamnya Ellena.
“Ellena, kamu senengkan
melihat acara ini”
Senyum manislah yang
menjawab pertanyaanku, sekali sekali Ellenapun terlena dengan kata hatinya, aku
tahu dari sorot matanya yang nggak lepas dari catwalk di depannya, barangkali
dia lagi belajar gaya para model yang punya reputasi seabreg.
“Aku suka Rud, lain kali
aku ajakin lagi ya”
“So pasti princess”
“Apa maksud kamu”
“Malam ini kamulah ratunya
dan kini menjadi ratu di hatiku” aku coba untuk ngomon apa adanya.
“Aku Ellen Rud, anak
biasa-biasa aja, nggak seperti lainnya. Nanti kamu nyesel punya temen aku”
Tanpa ada jawaban
secuilpun dariku, hanya aku rapatkan tempat duduku lebih dekat lagi dengan
Ellena, dan diapun hanya memandangku dengan sendu namun dibibirnya masih
menyisakan senyum keindahan. Dan malam inipun menjadi “The Night of Ellena”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar