Ariel hanya mencoba menyelipkan apa yang terasa
lembut di tiap sudut hatinya, kala
dia berusaha sekuat hati mengendapkan
semua keresahan yang terus
saja bergayut di hati yang telah lama terbujur kaku. Arielpun kadang hanya bisa
berkaca pada seberkas hidup yang dia tapaki, waktu demi waktu hingga datanglah Isabella yang hanya
meninggalkan entah kebisuan dan Arielpun
mencoba menggambar dalam kanvas hatinya itu.
Warna
merah jambu yang dia torehkan pada kanvas pergulatan hatinya, kala dia menunggu Isabella, yang bersayap lembut dan
seringkali menengok langit kehidupannya, mampukah dia menelikung sayapnya untuk
sekedar mengarungi pohon palma yang berdiri tegak kala pagi hari. Kala biru kanvas hatinya dibarengi dengan nyanyi
burung kenari di beranda hidupnya.
Isabellapun hanya menguraikan rambut yang harum ke
tiap nafas Ariel yang tidak tahu entah memburu ketidak pastian. Namun hati yang
telah tajam menyelinap di tengah hati yang lagi menyabung cintapun, tiada mungkin
untuk dibiarkan sendiri di sudut ruang hidupnya. Isabella kemanakah kamu, biarlah aku temui kamu dengan keranjang bunga
bermandi sinar mentari dan harum kembang setaman.
Suara pagi hari yang dihiasi nyanyian alam
membangunkan mimpinya, maka Arielpun bergegas untuk menjemput hidupnya, yang kadang menakutkan bagai raksasa yang
gampang saja menelikung segalanya. Atau hidup yang dia miliki kadang menjelma
menjadi putri salju mirip malaikat yang akan menebarkan keindahan di hadapan
Ariel. Maka di pagi inipun bergegas menyongsong hidupnya.
Lambat
tapi terus memburu waktu, sepeda motor butut milik Ariel dipacunya menembus jalan – jalan Kota Semarang yang masih basah
diguyur hujan semalam. Pagi itu udara masih terasa menyengat tulang, karena
telah empat hari hujan tiada henti, Sesekali Ariel menggigil kedinginan bila terasa hembusan angin menerpa kulitnya,
meski jaket kulit lusuh selalu membalut
tubuhnya. Angannya selalu saja melekat kuat akan Bella , kini Bandara Achmad
Yani sudah nampak di depannya. Degupan jantung ini makin
terasa, seaka Bella sudah di depanya
mengulurkan kedua tangannya, menaburkan segala kelembutan. Layaknya bunga warna
– warni yang dia sendiri sangat menantinya.
Tanpa
seorang temanpun dia duduk di kursi
tunggu, hanya sebatang rokok filter yang melekat di mulutnya. Dihisapnya perlahan – lahan sekedar untuk
mengusir rasa bosan.
Kembali sebatang rokok yang sudah
setengah mengalunkan lamunannya, tentang
masa hampir tiga tahun lalu sejak masih dia di SMA, kala Bella dan dia
selalu bareng di kelas XI. Pandangan mata Bella kala menusuk jantungnya
yang hanya berdegup tiada daya. Namun yang memiliki mata indah itu hanyalah sosok dingin yang nggak pernah
peduli pada hati Ariel yang membara.
Tap apa mau di kata,
Bella adalah kembang wangi milik
semua teman sekolahnya, berbagai kumbang jalang berhasil mendekatinya,
namun entahlah Ariel selalu saja menempatkan Isabella di relung hatinya. Namun
Isabella tiada pernah satu kalipun menengok hatinya yang kadang hampir layu karena
kepurtus asaan, namun Arelpun tahu bahwa
seberkas hidupun pada dasarnya adalah penantian panjang untuk meraih
segalanya. Jantung yang saat itu
disemayamkan pada harap dan asa, kini berdegup keras seakan hampir lepas, ketika Announcer memberitahukan sebentar lagi
pesawat dari Jakarta akan mendarat. Dihabiskan rokok yang sudah nyampe batas filternya, lalu dibuang ke
tempat sampah.
Kini Isabella
sudah berjalan mendekati ruang tunggu.
Ariel segera melempar senyum dengan harapan sebuah kejutan untuk Isabella tidak membuatnya marah.
Bellapun segera menyunggingkan senyum heran dengan temen lamanya ini yang rada bengal, yang
sering dihukum guru-guru mereka,
lantaran Ariel yang norak sikapnya,
kini Ariel sudah di depanya penuh
misteri.
”Biar aku bawakan tasmu, Bel ” pinta Arielpun
memberanikan diri layaknya Don Juan yang sedang merayu bidadari.
” Makasih, Ril. Kok kamu ada di sini ? ” Bella
melontarkan keheranan akan
kedatangan Ariel yang entah tahu dari mana.
”Semalam aku
main ke rumahmu, dan tahu dari
Rima, kamu bakal pulang hari ini dari Jakarta ”. Sengaja Ariel ceritakan kedatangnya
semoga di hati Bella terbesit sedikit goresan hati untuknya.
”
Lalu kamu mau njemput siapa Ril ”
” Ya jelas njemput kamu Bell,. Aku kasihan sama kamu. Irma cerita semalam Papi dan
Mamimu sedang ke Bandung. Jadi...Boleh kan aku jemput kamu ”
”Ah , kenapa sih Ril kamu repot-repot. Aku
cuma kasihan sama kamu, sepagi ini kamu udah
nyampe sini. Oke Ril aku tak
nyari taksi. ”
” Nggak usah lah Bel, aku bawa motor kok ”
” Tapi bawaan aku banyak Ril ”
” Gak masalah
Bel, biar aku yang
mbawa aja ! ”
” Aduh Arielku kamu kok baik banget sih ”
” Kan
demi kamu, Bel ” Ariel harap
– harap cemas
” Sejak kapan sih kamu genit kaya gitu, Ril ”
Keduanya kini
telah melaju di jalan Kota Semarang, menembus
sinar mentari yang kini mulai menguning. Sehangat hati Ariel yang baru
kali ini bsa mengenal lebih dekat
Bella, meski hanya pada tepi hatinya
sendiri, sementara Bella biarlah terbawa angannya sendiri. Kala Ariel memang harus menitipkan hatinya
pada Bella yang sudah lama bersemayam di sudut hatinya, Arielpun
akan lebih realitis lagi dalam mendekati Bella. Namun Arielpun masih saja senang berada di balik
mendung hatinya.
Karena seberkas cinta yang akan dia sodorkan kepada
Bella, adalah sesuatu yang paling
berharga, adalah juga sesuatu yang harus
mampu menghantarkan Ariel pada makna
hidup. Lamunan itu kembali terjaga kala Bella memintanya mampir di warung bakso di depan Kolam Renag Jati Diri, untuk sekedar mengisi perutnya.
” Kamu sekarang kerja apa kuliah Ril ” .
Bella masih asik menyantap
baksonya, sementara senyuman
tipis kembali menghias wajah ayu boneka
Berby. Arielpun
kembali menemui telaga tempat menampung air pagi hari yang mampu menyejukan
hatinya.
” Aku
sekarang menjadi reporter Majalah
Remaja dan sore hari aku kuliah di Hubungan Internasional ”
” Ah . . . keren dong kamu sekarang Ril ”
” Keren
apanya kan masih keren kamu dong
Bell ”
” Akukan hanya bisa kuliah dari biaya
Papi, kalau kamu kan dah bisa nyari
doku. Keren dong Ril ”
” Kamu coba aja Bell, ngikut casting, aku bisa nyariin producer
yang sip, Bel. Kamu cantik kok ” Aril tidak tau mengapa pujian kepada Bella
terlontar begitu saja. Bukankah selama ini dia menunggu kesempatan ini.
Bella hanya
menundukan wajahnya, warna merah jambu terlihat di kedua pipinya, semenatara
sesekali dia memandang cowok ganteng yang misterius di depanya. Cowok ini yang sudah bertyahun dikenalnya, namun
terlihat seperti gunung es.
” Jadi kamu biasa dong Ril, gaul
sama cewek cuakep ”
” Hampir tiap
minggu aku ketemu sebritis, untuk wawancara di Jakarta ”
” Mereka
cantik – cantik Ril ? ”
” Ah biasa aja,
cantik dan nggak kan ada di dalam sini Bell. Bagi mereka yang
hanya melihat dari media bisa menaksir kecantikan mereka, tetapi kalau udah dekat , ya biasa aja. Apa
sih beda mereka dengan kita ” Ah . . bodo kamu Ril, masa nggak mau punya pacar
selebritis ”
” Mereka yang bodo,
kenapa mereka mau sama aku. Siapa sih sebritis yang mau sama reporter amatiran ”
” Jangan gitu dong Ril, siapa tahu
ada yang mau sama kamu ”
”Aku tiap
minggu meliput kisah kebobrokan
mereka, kehidupan mereka memang penuh
dengan sensasi, itu aja yang dibutuhkan mereka,
nggak usah aja lah Bel punya pacar
selibritis. Mendingin aku pilih yang biasa
saja. Lalu kamu di Jakarta ngapain, Bel ? ”
” Cuma molor dan main – main aja, aku nggak tahu mau kuliah di mana. Papi mintanya aku ke
Amerika untuk kuliah di sana. Tapi aku lebih milih Indonesia, aku masih
pingin kumpul ama temen-temen ”
” Kenapa Aldo
nggak njemput kamu Bel ”. Bella sejenak terdiam dari
matanya terlihat kabut tpis air mata kesedihan. Pertanda sesuatu telah terjadi dengan mereka berdua, yang tahun lalu dinobatkan sekolah
sebagai siswa siswi teladan
” Bel, maafin aku ya . sungguh aku nggak tahu. Aku nggak sengaja nanya kamu kaya gitu ”
” OK is all right, dia memang
cowok yang belum dewasa Ril nggak kaya kamu
” Ya sudah Bell, nggajk usah kamu
pikirkan, kan masih banyak cowok yang naksir kamu, Kamu cantik Bell ”.
Untuk yang keberapa kali Bella menghiasi wajahnya
dengan senyuman tipisnya, kelihatan jelas hidung yang mancung, kulit wajah yang
bersih dan mata yang menatap Aril dengan sendu. Arilpun kini tlah tahu bahwa
seberkas cinta Isabella mulai tertanam dan menggores hatinya.
”Aku mnta
kamu jangan seperti Aldo, yang gampang
mempermainkan cewek, Aku nggak ngira segitu gampangnya, kasihan nanti cewekmu
Ril ”
” Sudahlah Bel,
kan masih ada banyak kesempatan buat kamu untuk menggapai masa depan ”
”Aku sudah bisa melupakan dia, meskipun
banyak cowok yang ndekati aku,
tapi aku nggak mau cowok modal kaya Aldo ”
” Sekarang udah siang kita pulang dulu Bell, kamu kangen sama Papi dan Mami kan ?
”. Issabela hanya menggangguk kecil, berdua kinipun melaju menuju rumah Bella menembus debu dan panasnya kota
Semarang. Sebuah keceriaan baru
bagi Ariel kini terpagut di sisi
hatinya, dan sebuah harapan
baru yang diberikan Issabella
kinipun mulai singgah dihatinya. Namun Arilpun
belum bisa menemukan kata pasti.
”Bell, kita
kemana sekarang, kebetulan ada temu penulis cerpen di kantorku,
mau nglihat ? ”. Di sautu malam merekapun bertemu kembali lantaran sudah
akrab antara mereka berdua
” Ah nggak
dulu Ril, aku lagi pengin di rumah, kamu
nggak apa – apa kan ? ”
” Nggak apa – apa, kebetulan aku nggak megang
liputan sastra dan budaya ”
” Bener Ril,
kamu nggak marah kan ? ”
” Ngapain
marah, aku sekarang kan lagi bersanding dengan
sang ratu yang cantik turun dari kayangan
” Kaya anak kecil aja, kan masih
lebih cantik selebritis yang kamu liput ”
” Nggak Bel kamu yang paling cantik, aku pengen dekat sama kamu terus ”
Bella hanya menatap
Ariel sendu, seberkas senyuman kembali tersungging di bibirnya. Kini Bella memegang
tangan Ariel dengan lembut,
pertanda goresan cinta telah
bertaut pada dua insan manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar