Kamis, 01 November 2012

Goresan Cinta Issabella


Ariel  hanya mencoba menyelipkan apa yang  terasa  lembut di tiap sudut hatinya,  kala  dia berusaha sekuat hati mengendapkan semua  keresahan  yang  terus saja bergayut di hati yang telah lama terbujur kaku. Arielpun kadang hanya bisa berkaca pada seberkas hidup yang dia tapaki, waktu demi waktu hingga  datanglah Isabella yang hanya meninggalkan  entah kebisuan dan Arielpun mencoba menggambar dalam kanvas hatinya itu.

Warna merah jambu yang dia torehkan pada kanvas pergulatan hatinya, kala dia  menunggu Isabella, yang bersayap lembut dan seringkali menengok langit kehidupannya, mampukah dia menelikung sayapnya untuk sekedar mengarungi pohon palma yang berdiri tegak kala pagi hari. Kala biru kanvas hatinya dibarengi dengan nyanyi burung kenari di beranda hidupnya.

Isabellapun hanya menguraikan rambut yang harum ke tiap nafas Ariel yang tidak tahu entah memburu ketidak pastian. Namun hati yang telah tajam menyelinap di tengah hati yang lagi menyabung cintapun, tiada mungkin untuk dibiarkan sendiri di sudut ruang hidupnya. Isabella kemanakah kamu,  biarlah aku temui kamu dengan keranjang bunga bermandi sinar mentari dan harum kembang setaman.

Suara pagi hari yang dihiasi nyanyian alam membangunkan mimpinya, maka Arielpun bergegas untuk menjemput hidupnya,  yang kadang menakutkan bagai raksasa yang gampang saja menelikung segalanya. Atau hidup yang dia miliki kadang menjelma menjadi putri salju mirip malaikat yang akan menebarkan keindahan di hadapan Ariel. Maka di pagi inipun bergegas menyongsong hidupnya.

Lambat tapi terus  memburu  waktu,   sepeda motor butut milik Ariel  dipacunya menembus  jalan – jalan Kota Semarang yang masih basah diguyur hujan semalam.  Pagi itu udara masih terasa menyengat tulang, karena telah empat hari hujan tiada henti, Sesekali Ariel menggigil kedinginan  bila terasa hembusan angin menerpa kulitnya, meski jaket kulit lusuh  selalu membalut tubuhnya. Angannya selalu saja melekat kuat akan Bella , kini Bandara Achmad Yani  sudah  nampak di depannya. Degupan jantung ini makin terasa,  seaka Bella sudah di depanya mengulurkan kedua tangannya, menaburkan segala kelembutan. Layaknya bunga warna – warni  yang dia sendiri sangat  menantinya.

Tanpa seorang temanpun dia duduk di kursi  tunggu, hanya sebatang rokok filter yang melekat di mulutnya. Dihisapnya perlahan – lahan sekedar   untuk    mengusir rasa  bosan.  Kembali sebatang rokok yang  sudah setengah  mengalunkan lamunannya, tentang masa hampir tiga tahun lalu sejak masih dia di SMA, kala Bella dan dia selalu  bareng di kelas XI.  Pandangan mata Bella kala menusuk jantungnya yang hanya berdegup tiada  daya.  Namun yang memiliki mata indah itu  hanyalah sosok dingin yang nggak pernah peduli pada  hati Ariel yang membara.

Tap apa mau di kata,   Bella adalah kembang wangi milik semua teman sekolahnya, berbagai kumbang jalang berhasil mendekatinya, namun  entahlah Ariel  selalu saja  menempatkan Isabella di relung hatinya. Namun Isabella tiada pernah satu kalipun menengok hatinya yang kadang hampir layu karena kepurtus asaan,  namun Arelpun tahu bahwa seberkas hidupun pada dasarnya adalah penantian panjang untuk meraih segalanya.  Jantung yang saat itu disemayamkan pada harap dan asa, kini berdegup keras seakan hampir lepas,  ketika Announcer memberitahukan sebentar lagi pesawat dari Jakarta akan mendarat. Dihabiskan rokok  yang  sudah nyampe batas filternya, lalu dibuang ke tempat sampah.

Kini  Isabella sudah berjalan mendekati ruang  tunggu. Ariel segera melempar senyum dengan harapan sebuah kejutan  untuk Isabella  tidak membuatnya  marah.  Bellapun segera menyunggingkan senyum heran dengan  temen lamanya ini yang rada bengal, yang sering dihukum guru-guru mereka,  lantaran Ariel yang norak sikapnya,   kini Ariel sudah di depanya  penuh misteri.


”Biar aku bawakan tasmu, Bel ” pinta Arielpun memberanikan diri layaknya Don Juan yang sedang merayu bidadari.

 ” Makasih, Ril. Kok kamu ada di sini ? ” Bella  melontarkan  keheranan akan kedatangan Ariel yang entah tahu dari mana.

 ”Semalam aku main ke rumahmu,  dan tahu dari Rima,  kamu bakal pulang hari ini  dari Jakarta ”.  Sengaja Ariel ceritakan kedatangnya semoga  di hati Bella  terbesit sedikit goresan hati untuknya.

            ” Lalu kamu mau njemput siapa Ril ”

” Ya jelas njemput kamu Bell,. Aku kasihan sama kamu. Irma cerita semalam Papi dan Mamimu sedang ke Bandung. Jadi...Boleh kan aku  jemput kamu ”

”Ah , kenapa sih Ril kamu  repot-repot. Aku cuma kasihan sama kamu, sepagi ini kamu udah  nyampe sini.  Oke  Ril aku tak  nyari taksi. ”

” Nggak usah lah Bel,  aku bawa motor kok ”

” Tapi bawaan aku banyak Ril ”

 ” Gak masalah Bel,  biar  aku  yang mbawa aja ! ”

” Aduh Arielku kamu kok baik banget sih ”

  Kan demi  kamu, Bel ”  Ariel  harap – harap cemas

   Sejak kapan sih kamu genit kaya gitu, Ril ”

Keduanya  kini telah melaju di jalan Kota Semarang, menembus  sinar mentari yang kini mulai menguning. Sehangat hati Ariel yang baru kali ini  bsa mengenal lebih dekat Bella,   meski hanya pada tepi hatinya sendiri,   sementara Bella biarlah  terbawa angannya sendiri.  Kala Ariel memang harus menitipkan hatinya pada  Bella yang sudah  lama bersemayam di sudut hatinya, Arielpun akan lebih realitis lagi dalam mendekati Bella. Namun  Arielpun masih saja senang berada di balik mendung hatinya.

Karena seberkas cinta yang akan dia sodorkan kepada Bella, adalah  sesuatu yang paling berharga,  adalah juga sesuatu yang harus mampu menghantarkan Ariel  pada makna hidup.  Lamunan itu  kembali terjaga kala Bella memintanya   mampir di warung bakso di depan  Kolam Renag Jati Diri,  untuk sekedar mengisi perutnya.

” Kamu sekarang kerja  apa kuliah Ril ”  .  Bella masih asik menyantap  baksonya, sementara  senyuman tipis kembali  menghias wajah ayu boneka Berby.  Arielpun kembali menemui telaga  tempat  menampung air pagi hari yang mampu menyejukan hatinya.

 ” Aku sekarang menjadi reporter  Majalah Remaja  dan sore  hari aku kuliah di Hubungan Internasional ”

” Ah . . . keren dong kamu sekarang Ril ”

” Keren  apanya kan masih  keren kamu dong Bell ”

” Akukan hanya bisa kuliah  dari  biaya Papi,   kalau kamu kan dah bisa nyari doku. Keren dong  Ril ”

” Kamu coba aja Bell,   ngikut casting, aku bisa nyariin producer yang sip, Bel. Kamu cantik kok    Aril tidak tau mengapa pujian kepada Bella terlontar begitu saja. Bukankah selama ini dia menunggu kesempatan ini.

Bella  hanya menundukan wajahnya, warna merah jambu terlihat di kedua pipinya, semenatara sesekali dia memandang cowok ganteng yang misterius di depanya. Cowok ini  yang sudah bertyahun dikenalnya, namun terlihat seperti gunung es.

            ” Jadi kamu biasa dong Ril, gaul sama  cewek cuakep ”

 ” Hampir tiap minggu aku ketemu sebritis, untuk wawancara di Jakarta ”

 ” Mereka cantik – cantik Ril ? 

” Ah biasa aja,  cantik dan nggak kan ada di dalam sini Bell. Bagi  mereka yang  hanya melihat dari media bisa menaksir kecantikan mereka,  tetapi kalau udah dekat , ya biasa aja. Apa sih beda mereka dengan kita ” Ah . . bodo kamu Ril, masa nggak mau punya pacar selebritis ”

” Mereka yang bodo,  kenapa mereka mau sama aku.  Siapa sih sebritis yang mau sama  reporter amatiran ”

             ” Jangan gitu dong Ril, siapa  tahu  ada yang mau sama kamu ”

 ”Aku tiap minggu meliput kisah  kebobrokan mereka,  kehidupan mereka memang penuh dengan sensasi, itu aja yang dibutuhkan mereka,  nggak usah aja lah Bel punya pacar  selibritis. Mendingin aku pilih yang biasa saja. Lalu  kamu  di Jakarta ngapain, Bel ? ”

” Cuma  molor  dan main – main  aja, aku nggak tahu mau kuliah di mana. Papi mintanya aku ke  Amerika untuk kuliah di sana. Tapi aku lebih milih Indonesia, aku masih pingin kumpul ama temen-temen ”

” Kenapa  Aldo nggak njemput kamu Bel ”. Bella sejenak  terdiam dari  matanya terlihat kabut tpis air mata kesedihan. Pertanda  sesuatu telah terjadi dengan mereka berdua,  yang tahun lalu dinobatkan sekolah sebagai  siswa siswi teladan

            ” Bel, maafin aku ya .  sungguh aku nggak tahu.  Aku nggak sengaja nanya kamu  kaya gitu ”

” OK   is all right,  dia memang  cowok yang belum dewasa Ril nggak kaya kamu

            ” Ya sudah Bell, nggajk usah kamu pikirkan, kan masih banyak cowok yang naksir kamu,  Kamu cantik Bell ”.

Untuk yang keberapa kali Bella menghiasi wajahnya dengan senyuman tipisnya, kelihatan jelas hidung yang mancung, kulit wajah yang bersih dan mata yang menatap Aril dengan sendu. Arilpun kini tlah tahu bahwa seberkas cinta Isabella mulai tertanam dan menggores hatinya.

 ”Aku mnta kamu jangan seperti Aldo,   yang gampang mempermainkan cewek, Aku nggak ngira segitu gampangnya, kasihan nanti cewekmu Ril ”

” Sudahlah Bel,  kan masih  ada banyak   kesempatan buat kamu untuk  menggapai masa  depan ”

”Aku sudah bisa melupakan dia,  meskipun  banyak cowok  yang  ndekati aku,  tapi aku nggak mau cowok modal kaya Aldo ”

” Sekarang udah siang kita pulang dulu Bell,    kamu kangen sama Papi dan Mami kan ? ”.  Issabela hanya menggangguk kecil,  berdua kinipun  melaju menuju rumah Bella  menembus debu dan panasnya  kota  Semarang. Sebuah   keceriaan baru bagi Ariel kini  terpagut di sisi hatinya,  dan sebuah   harapan baru yang diberikan Issabella  kinipun  mulai  singgah dihatinya.  Namun Arilpun  belum bisa  menemukan kata pasti.

”Bell, kita  kemana  sekarang,  kebetulan ada temu  penulis cerpen di   kantorku,  mau nglihat ? ”. Di sautu malam merekapun bertemu kembali lantaran  sudah  akrab antara mereka berdua

” Ah  nggak dulu Ril, aku  lagi pengin di rumah, kamu nggak apa – apa  kan ? ”

” Nggak apa – apa, kebetulan aku nggak  megang  liputan  sastra dan budaya ”

” Bener  Ril, kamu nggak marah  kan ? ”

 ” Ngapain marah, aku sekarang kan lagi bersanding dengan  sang ratu yang cantik turun dari kayangan

” Kaya anak kecil aja,   kan masih  lebih cantik  selebritis  yang kamu liput 

” Nggak Bel kamu yang  paling cantik,  aku pengen dekat sama kamu terus ”

Bella hanya menatap  Ariel sendu,  seberkas  senyuman kembali  tersungging di bibirnya. Kini Bella  memegang  tangan Ariel dengan lembut,   pertanda  goresan cinta  telah  bertaut  pada dua  insan manusia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar