Hanya beberapa patah
kata saja yang dapat lepas renyah dari mulut Eva Peron, kala cewek yang feminis
dan flamboyan itu disapa Roksi yang
gantengnya mirip Teungku Wisnu yang kini ada di depanya. Entah apa salah
mentari pagi yang menghangati bumi atau daun- daun palem botol yang basah
berselingkuh embun pagi hari ini, sehingga mereka berdua menjadi cuek tidak
ketulungan. Sikap Roksi yang angkuh seperti peragawan di atas Catwalk itu
membuat Irma dan Sylvie, sokib setia Eva Peron menjadi terbakar hatinya. Maka mereka berdua segera menghentikan
langkah Eva Peron yang sudah ngebet pengin es jeruknya kantin Tante Lisa.
“Gila tuh anak !, hai
Lela!, lihat tuh cowok kamu!, sombongnya minta ampun !”. Kedua bola mata Sylvie
seakan keluar dari rongga matanya
“Udahlah !, biarkan
saja dia kan sudah gede, sudah tahu apa yang
harus dia perbuat “.
“Kamu selalu baikan
sama dia sih Lela “ seru Irma
“Irma !, kenapa kita
lupa!, kita kan sedang berhadapan dengan María Eva Duarte de Perón . Ibu negara Argantina yang berhati baik dan
dekat dengan rakyatnya. Makanya Lela baik hati terus sama cowok yang kaya
Arjuna itu “
“Ah kamu tambah ngaco. Biarkan
saja dia berada di sikap seperti itu. Nanti kalau dia butuh bantuanku, dia kan
mendekat sendiri dengan senyumnya yang ramah, disitulah aku baru menganggapnya
Roksi Leonanto “, Sikap Nurlela seperti inilah yang membuat banyak sokibnya
ingin selalu dekat denganya. Bahkan sebagian sokibnya sudah melekat betul
memberi panggilan Eva Peron pada Nurlela.
Termasuk juga Roksi yang sudah
beken dengan sikapnya yang arogan dan egois, diapun tak segan untuk dekat
dengan Eva Paron karena ada maunya, namun bagi cewek yang santer juga dikenal
sebagai cewek pemerhati dan penuh
kepedulian itu, sikap Roksi yang seprti itu hanya ditanggapi dengan
dingin dan tangan terbuka. Sehingga sokib-sokibnya terkadang merasa heran,
mengapa bisa sedekat itu dengan Roksi, mengapa pula mereka terkadang bagaikan
kedua remaja yang tidak saling kenal.
Padahal sebenarnya mereka berdua memang
telah akrab menjadi sokib yang saling “take and give” sesamanya, bukan hanya
saling berbagi uluran tangan untuk masalah sekolah saja. Tetapi semua ganjalan
hati mereka berdua selalu dibalas dengan kepedulian dari keduanya. Meski
karakter menjadi batas antara mereka
berdua, namun bagi Eva Peron batas itu
bukan merupakan mata pisau yang tajam.
Roksi “The Ellegan Boy
“ selalu berpenampilan metropolis dan
eksklusif di manapun dia melangkahkan kaki. Diantara sokib-sokibnya Roksi
selalu berambisi dengan egonya untuk mendapatkan atensi dari mereka tentang
gagasan dan idenya. Meski dia harus banyak mengeluarkan doku untuk mentraktir
apapun niatan sokib-sokibnya, demi sebuah pujian dan penghargaan semu atas
dirinya. Sedangkan Nurlela termasuk type
cewek low profile, renyah, familiar dan
licin kedua tanganya untuk memberi kepedulian sesamanya. Sehingga perihal
performan maupun karakter dari Roksi, Nurlela yang paling tahu dan paling
mengerti.
Maka Nurlelapun tidak
habis pikir, “ Mengapa sebagian besar sokib-sokibku banyak yang tidak suka pada
sikap Roksi. Padahal bila mereka mau berkorban untuk menebalkan telinga dan
mengganggap sikap Roksi sebagai hal biasa, maka sebenarnya sikap Roksi adalah
biasa biasa saja”.
***
“Ros, aku menjadi tidak
enak sendiri ?” demikian curhat Nurlela di sore hari saat Roksi main ke rumah
Nurlela.
“Mengapa ?, tentang aku
?”
“Ah..nggak Ros. Aku
menjadi terbebani dengan panggilan María Eva Duarte de Perón padaku”
“Lho, seharusnya kamu bangga Lela!. Eva Peron kan tokoh
wanita dunia dan dia simbol kepedulian pada sesama, terutama
Rakyat Argentina yang miskin”
“Justru itu, Ros!.
Banyak teman kita yang seenaknya memerlakukan aku. Mereka seenaknya minta
tolong sama aku untuk hal-hal yang sepele . Mereka menyamakan aku dengan Eva
Peron yang gampang menolong siapapun. Aku kan Nurlela manusia biasa !”
“Yah ..jangan kamu
perdulikan mereka. Figur Eva Peron sebenarnya bukan seperti itu ?”
“Lantas seperti apa ?”
“Lela !, kamu sebaiknya
membaca sejarah Eva Peron !”
“Aku belum pernah !”
jawab Nurlela seraya menangkat kedua bahunya.
“Ya baca dong !” Sebuah
derai tawa menghiasi wajah Roksi.
“Kamu pernah ?” Nurlela
membalasnya dengan ajah inocen dan sebuah senyuman tipis.
“Lho kok tanya aku !,
yang difigurkan Eva Peron kan kamu !. Mengapa tanya aku! “
“Kamu tadi ngomong
tentang peran sebenarnya Eva Peron, tentunya kamu pernah membaca. Piss aku
minta informasi biodatanya “
“ Cuma sedikit yang aku
tahu. María Eva
Duarte de Perón lahir di Los Toldos sebuah desa terpencil di Argentina
Tahun 1919. Eva Peron merupakan istri ke dua dari President Argetina Juan Peró n
(1895–1974). Pada tahun 1934,
tepatnya pada usia 15 tahun Eva
hijrah ke Buenos Aires da berkarir di panggung hiburan dan menjadi aktris radio
dan film. Pada Tahun 1944 Eva berkenalan
dengan Kolonel Juan Peron. Satu tahun
kemudian merekapun menikah dan pada Tahun 1946 Juan Peron terpilih sebagai
Presiden Argentina. Itulah yang aku tahu “
“Trim Ros, tapi mengapa menurut informasi dari teman teman,
dia sempat menjadi ibu negara yang dicintai rakyat Argentina. Betul Ros ?”
“Betul, karena seluruh hidupnya dicurahkan untuk Argentina. Selama 6 tahun
mendampingi Juan Peron, Eva Peron menjadi ibu negara yang sangat berkuasa.
Bahkan telah diberi amanah oleh Rakyat Argentina menjadi Menteri Tenaga Kerja
dan Kesehatan. Oleh karena itu dimanapun dia berada selalu menyerukan isu hak
hak buruh.. Selain itu Eva Peronpun mendirikan yayasan yang bergerak di
perlindungan terhadap perempuan. Tak lama kemudian dia mendirikan Partai
Perempuan Peron (Female Peronist Party ). Kiprah tersebut
membuatnya dia terpilih menjadi wakil presiden Argentina pada Tahun 1951, untuk
mendampingi suaminya sebagai Presiden Argentina”
“Sungguh bahagia ya Ros !.Bila kita bisa sukses seperti Eva
Peron ?”
“Tapi itu relatif, Lela !”
“Apa maksudmu ?” tanya Nurlela.
“Menurut sejarah kemashuran Eva Peron
rupanya tak berlangsung lama setelah diagnose dokter menemukan sebuah kanker
ganas menyerang serviknya. Sehingga pada Tanggal 26 Juli 1952 Eva Peron
meninggalkan Rakyat Argentina untuk pulang selama-lamanya. Menyisakan keharuan
yang besar sekali bagi rakyatnya karena sentuhan kemanusiaannya yang begitu membekas
selama memimpin mereka”
“Manusia memang sudah memiliki takdir sendiri- sendiri, yang jelas
tidak kan ada lagi Eva Peron yang kedua
di muka bumi ini”
“Ada, Lela !”
“Dari negara mana ?”
“Bukan dari mana mana dan tidak
jauh “
“Hari sudah sore, ucapanmu semakin ngaco !”
“Kaulah Eva Peron, Lela !”
“Tambah ngaco lagi !“ Merah
rona wajah Nurlela kini kelihatan jelas
terlihat.
“Kamulah Eva Peron untuk aku,Lela !”
Nurlela terdiam dan menundukan wajah. Senja telah menjamah beranda
rumah Nurlela. Entah esok pagi apa yang akan mereka perbuat bersama***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar